Ulasan Lengkap Asal Mula Lafadz Dzikir Hu Allah Dan Cara Penerapannya Berbagai Versi
9/04/2020
Ulasan lengkap asal mula lafadz dzikir Huu Allah dan cara penerapannya berbagai versi Ustadz, Ulama', dan tokoh spiritual
بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Dzikir Hu / Huwa biasanya di jadikan dzikir puncak dalam beberapa alairan tharekat diantaranya tharekat-threkat yang menerapkan dzikir tersebut adalah Tharekat Sammaniyah
Tharekat Sammaniyah
Pendiri Tarekat Sammaniyah adalah Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samani al-Hasani al-Madani (1718-1775 M).
Tharekat Sammaniyah di Kalimantan Selatan di peroleh keterangan bahwa silsilah Musyidnya sejak Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari yang menerima langsung dari Syeikh Muhammad al-Samman al-Madani.
Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari mengajarkan kepada Syeikh Syihabuddin, yang mengajarkan kepada Syeikh Nawawi al-Bantani, yang mengajarkan kepada Syeikh Zainuddin al-Sumbawi, yang mengajarkan kepada Syeikh K. H. Sarwani Abdan (guru Bangil), yang kemudian mengajarkan kepada K.H. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul).
Dzikir yang merupakan isi dari tarekat Sammaniyah yang ada di Kalimantan Selatan berangkat dari lafal dzikir Lailaha illa Allah 166 kali, Allah 66 kali, dan hu 77 kali.
Ijazah Dzikir Tharekat Sammaniyah Dari KH. Muhammad Zaini (Guru Sekumpul) Martapura
Dzikir "Hu" menurut Kiai Maimoen Zubair
Lafadz Allah dalam bahasa Arab, yakni الله ternyata memiliki keistimewaan ditinjau dari sisi hurufnya. Almagfurlah KH. Maimoen Zubair memberikan penjelasan tentang keistimewaan tersebut.
Menurut Mbah Kiai Maimoen Zubair atau Moen Allahummaghfirlahu, lafadz الله terdiri atas empat huruf, yakni alif (ا), lam (ل), lam (ل), dan ha (هـ). Tidak ada satupun yang sama dengan Allah, begitu juga tidak ada nama yang sama dengan Allah.
“Lafadz الله kalau dibuang hurufnya dari depan, (maknanya) bertambah dekat dengan Allah. Kamu tidak akan dekat dengan Allah kalau tidak dibuang huruf alif-nya (ا) menjadi لله (lillah/karena Allah),” begitulah penjelasan Mbah Moen.
Selain itu, Mbah Moen juga menyampaikan bahwa bagaimanapun seseorang bisa masuk surga jika beramal dengan لله تعالى (lillahi ta’ala). Menurut Mbah Moen, lafadz لله (lillah) jika dihilangkan huruf lam (ل) yang pertama, akan menjadi له (lahu/hanya kepada Allah).
“Ini namanya Dhomir Sya-an (ضمير الشأن), istilah orang mengaji. Dhomir Sya-an ini (artinya) yang ada hanya Allah semata, selain itu tidak ada. Orang itu kalau sudah tahu Allah, maka tidak akan tahu kecuali hanya Allah,” jelas Mbah Moen.
Adapun lafadz له (lahu) jika huruf lam-nya (ل) dihilangkan, maka tersisa هـ (hu) yang bermakna tinggal Allah semata.
“Makanya dzikir orang yang sudah jadi Wali Allah bukan lafadz ‘Allah, Allah..’, tapi ‘Hu, Hu..’. Itulah Dhomir Sya-an,” dawuh Mbah Moen.
“Lafadz ‘Hu, Hu..’ diucapkan dengan lisan. Jika dihilangkan ‘Hu’ tersebut, masuk ke dalam hati. Ini Namanya Dzikir Sirri. Kalau ‘Hu, Hu..’ dengan lisan masih Dzikir Jahri. Jadi dzikir kepada Allah ada yang Dzikir Sirri ada juga yang Dzikir Jahri,” pungkas beliau mbah Kiai Maimoen Zubair.
Asal Usul Lafadz Dzikir Huu Allah Menurut Buya Arrazy Hasyim